BID’AH


BID’AH


Topik ini cukup menyita perhatian kebanyakan ummat Muslim, terlebih untuk orang-orang muslim yang tidak menyukai sebuah perbedaan. Terkadang ada yang rela mengorbankan umur hidupnya hanya untuk terus-menerus memikirkan, mempermasalahkan dan memperdebatkan Bid’ah. Mungkin karena hal ini terlalu mengasyikkannya atau dirinya merasa yang paling benar dalam memahaminya dan merasa bertanggung jawab untuk meluruskan seluruh isi dunia ini dengan pemahamannya yang dianggapnya paling benar tersebut. Meskipun dalam lubuk hati yang terdalam sebagai muslim yang beriman tau bahwa kebenaran hanyalah milik Allah sang Maha Pencipta Alam Semesta.Dilihat dari definisinya Bid’ah adalah sesuatu yang baru, baru dalam artian belum pernah ada sebelumnya atau belum pernah ada contoh sebelumnya. Berawal dari sinilah perbedaan pemahaman akan dalil yang membahas tentang bid’ah ini dimulai, ada golongan yang memahami dalil-dalil bidah secara tekstual/harfiyah dengan cara pandang yang agak sinis akan perbedaan dan perluasan pemikiran sehingga timbullah pemahaman bid’ah itu SESAT/HARAM NERAKA TITIK. Kemudian ada juga golongan yang memperluas pemahamannya sehingga timbullah banyak arah dari pemahamannya, dan timbullah Bid’ah hasanah (yang baik) dan Bid’ah Dholalah (yang buruk) dan ada juga dari para ahli Ushul fiqh yang memahaminya dengan 5 hukum taklifi (Mubah, Wajib, Haram, Sunnah dan Makruh) dikarenakan bid’ah bukanlah hukum tapi objek penilaian hukum, terlebih lagi bid’ah ini berhubungan dengan tindakan Mukallaf sehingga layak difahami dengan 5 hukum taklifi tersebut.Namun kita perlu menyadari apakah mungkin Bid’ah yang dimaksudkan Rasulullah SAW, dalam Hadis-hadisnya itu sebagaimana yang kita maksud, jawabannya Wallohu A’lam Bisshawab, karena Hanya Allah dan Rasulullah yang tau maksud dari hadis itu dikeluarkan, kita selaku Ummatnya hanya mampu meraba, kita tidak layak untuk mengklaim sebuah kebenaran, yang pasti Allah SWT memerintahkan kita untuk mampu berfikir jernih atas semua kejadian dengan kalimat (Afala Ta’qiluun, Afala Tatafakkaruun). Pastinya yang terpenting yang harus kita jaga selaku ummat yang beriman dari perbedaan pemahaman ini adalah akhlak yang baik dan utamakan persatuan Ummat.Disini penulis tidak akan membahas panjang lebar dalil-dalil bid’ah secara furu’ /Fiqih, karena penulis yakin ummat muslim sudah banyak yang paham/familiar tentang hal ini, baik yang dari kubu sebelah barat ataupun dari kubu sebelah timur, sesuai pemahaman yang dipegangnya masing-masing. Penulis hanya ingin mengajak memahami dalil Bid’ah dengan sudut pandang yang agak berbeda dari biasanya, yakni dengan pendekatan pemahaman Tauhid. Karena penulis memandang Tauhid ini lebih penting dikarenakan yang pertama diajarkan Rasulullah SAW dan Rosul-Rosul sebelumnya kepada ummatnya adalah masalah Tauhid, dan juga Tauhid ini lebih mempersatukan, karena yang namanya muslim pastinya sama-sama mengabdi hanya kepada Allah SWT dan Rasulnya adalah Muhammad SAW meski berbeda-beda fahamnya.Baiklah mari kita mulai, dengan sebuah Hadis yang populer yang terdapat pembahasan bidah di dalamnya, Dalam riwayat An Nasa’i :مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang baru adanya, setiap yang baru adanya itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578)Perhatikan dua kalimat diawal hadis tersebut, yang dibahas adalah soal hidayah/petunjuk, jelas disini sangat kental mengandung unsur tauhid,
Kalimat ke 3 dan 4 mengandung unsur syahadat, kita bersaksi akan Allah SWT dan pembawa peringatan dan kabar gembira Rasulullah Muhammad SAW, dari Allah adalah kitab Al Qur’an dan dari Rasulullah dalah petunjuk.Jangan lupa disini ada dua kata hadits, yang pertama sebelum kata Kitabullah, yang kedua dengan kalimat Muhdats yang asal katanya sama dgn kata Hadits.Muhdats asal maknanya adalah perkara yang baru
Secara bahasa : berasal dari kata hadis, bentuk jamaknya adalah ahadis.Dari kata tersebut, hadist memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid ( yang baru) , al-qarib (yang dekat) , dan al-akbar (kabar berita)
Kata al-hadist dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 23 kali, yang berarti kisah, ajaran, kata, wahyu, berita, dsb.Jadi hadist memiliki kemungkinan arti yang cukup luas .Banyak ulama berpandangan bahwa kata al-khabar yang berti memberitahu atau mengabarkan. Para ahli hadist sering menggunakan kata atau lafal haddasana yang sama artinya dengan akhbarana , telah menceritakan kepada kami.Jadi kata Hadits yang pertama bermakna al akhbar/kabar berita yang kedua Muhdats yang bermakna al jadid/yang baruSecara tauhid perkara yang baru (Hadits/Muhdats) itu adalah Makhluk sedangkan yang Qodim/ tiada permulaan itu adalah khaliq Allah.Muhdats dalam Hadits diatas dimaksudkan dengan bidah, sehingga bisa kita tarik makna bidah disini maksudnya adalah ciptaan/makhluk.Dasarnya adalah ayat berikut :بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ“Allah BADI’UN (Pencipta) langit dan bumi.” (QS. Al Baqarah [2] : 117, Al An’am [6] : 101)Dan juga sebuah Ayat berikut :قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ“Katakanlah: ‘Aku bukanlah yang pertama/awal di antara rasul-rasul’.” (QS. Al Ahqaf [46] : 9) , maksudnya aku bukanlah Rasul pertama yang diutus ke dunia ini. (Lihat Lisanul ‘Arob, 8/6, Barnamej Al Muhadits Al Majaniy-Asy Syamilah).Sesuatu yang memiliki awal permulaan dari adanya adalah Makhluk, Langit dan Bumi beserta isinya adalah Makhluk, Sesuatu yang baru adanya maka itu disebut dengan Makhluk atau dengan kata lain statusnya adalah BID’AH.Muncullah pertanyaan di logika kita, kalo begitu saya sebagai manusia yang memiliki awal permulaan juga adalah Bid’ah?Jawabnya “IYA”Dengan kalimat Setiap yang baru adalah Bid’ah dan Setiap yang Bid’ah adalah sesat/tersesat dan setiap yang tersesat adanya di Neraka. Berarti setiap makhluk khususnya manusia adalah bid’ah dan setiap manusia itu tersesat dan ada dalam neraka?Jawabnya juga “IYA” berdasarkan sudut pandang Tauhid.Dasarnya adalah Firman Allah ta’ala :وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr).Perhatikan ayat kedua “ Sesungguhnya Manusia itu benar-benar berada dalam Kerugian” KERUGIAN bila kita kaitkan dengan pembahasan diatas tadi bisa bermakna, Rugi dikarenakan asal manusia adalah dalam ketersesatan/tanpa iman dan adanya didalam Neraka, karena tanpa iman manusia hidup didunia maupun diakhirat sama saja seperti hidup di neraka, tanpa cahaya petunjuk dan hidayah iman kepada sang Khaliq.Jadi sesungguhnya yang selama ini diributkan ummat muslim dalam hal bid’ah ini sebenarnya hanyalah sebuah arah untuk mencari dan memahami iman, karena pada dasar kita semua adalah bid’ah kita semua tanpa iman adanya di neraka.Bid’ah bukanlah masalah yang tak penting seperti sebuah ritual atau acara apalah itu yang selalu membuat kita berdebat dan berpecah belah.Penulis mengajak mari kita cepat menyadari hal yang harusnya kita cari dan kita jaga seperti iman dan ukhuwah bukan malah mencari masalah karena sebuah kebodohan kita.Dari itu semua penulis perlu mengajak untuk mengingat sebuah ayat berikut :“Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau belaka, sedangkan negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kalian memahaminya?.” (QS. Al-An’am:32)Jadi jika itu masalah perbedaan tidak usahlah terlalu serius hingga mengorbankan umur kita 😁 . Tapi jika itu adalah urusan Iman dan Ketaqwaan maka seriuslah.Inilah makna atau kesimpulan yang bisa penulis tarik dari hadits yang menerangkan masalah bid’ah.Sebagai penutup, ada sebuah ayat yang sangat menarik kita fahami ,فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan Rabbnya dengan sesuatu pun.” (QS. Al Kahfi [18] : 110)(Dengan Sesuatu Pun) disini adalah selain Allah atau makhluknya baik berupa materi ataupun immaterial, seperti harta benda, ego keilmuan, kesombongan, merasa benar dll, itu semua bisa menghalangi kita dari perjumpaan dengan Rabb, dan membuat kita pantas disebut Bidah yang adanya dineraka .Demikian mudah-mudahan bermanfaat.Wassalam 🙏

Diterbitkan oleh mryanwar

orang yang suka bersantai sambil berfikir tentang suatu yang bermanfaat,, ada pri bahasa "bertafakkur 1x lbh baik dr pada ibadah 100x" tapi lebih baik lagi berfikir tapi tetep ibadah dilaksanakan,,

Tinggalkan komentar